Minggu, 08 November 2015

Review novel "Diary Princessa" Princessa dan Jinan

Review Novel "Diary Princessa" Princessa dan Jinan

Aku sedih baca novel Diary Princessa, sedih karena melihat keluarga yang kurang harmonis tapi abis sedih langsung ketawa dan geli lihat tingkahnya Jinan yang kocak dan konyol. Apapun yang JInan katakan pasti ada aja yang bikin lucu. Dari susunan kata-katanya pokoknya sealu ada hal menarik dari diki Jinan. Kalau kamu penasaran, BACA DONG. dijamin ngga akan nyesel baca novel Diary Princessa nanti bakal ketemu Princessa sama Jinan deh makanya baca ya.

Nih aku kasih tau reviewnya. Let's Enjoyed :):*
Apa perasaanmu bila punya seorang kakak yang mengidap bipolar disorder? Oh, pasti menyebalkan sekali. Kau harus jadi orang dewasa tempat dia bersandar dan berpegang saat dia tengah depresi di titik paling buruk. Dan kau pun tak bisa bernapas lega jika dia tiba-tiba bahagia bukan kepalang. Dan dua kutub itu bisa muncul pada dirinya dalam beberapa menit saja. Bisa jadi beberapa menit yang lalu dia sangat bahagia dan tiba-tiba saja berubah demikian sedih seolah besok dia akan mati.
Itulah yang dialami Cesa dalam novel debut Swistien ini. Kakaknya, Jinan, mengidap bipolar disorder. Tak hanya itu yang membuat Cesa tertekan, selain menghadapi perilaku Jinan yang tak bisa diterka itu, Cesa juga harus menghadapi perasaan hatinya sendiri. Dia jatuh cinta pada Nathan. Pada teman baik kakaknya. Sementara Nathan tidak pernah menunjukan rasa suka. Cowok itu justru terlihat begitu “menghamba” pada Jinan yang menurut Cesa adalah alien tersasar.
Ada banyak hal yang tak biasa dalam novel debut Swistien ini. Dan itu yang bikin aku suka dengan novel ini.
Pertama, karakter Cesa dan Jinan itu di luar dugaan. Nggak seperti novel-novel teenlit yang ditulis oleh penulis Indonesia pada umumnya. Cesa TIDAK digambarkan sebagai adik yang manis seratus persen, yang bersedia terus menerus ada untuk Jinan. Cesa juga tidak digambarkan sebagai cewek mainstream, yang bila pada novel-novel dari penulis Indonesia, dia akan digambarkan sebagai cewek manis, pintar, rendah hati, dan sebagainya. Justru sebaliknya. Cesa memang cantik dan pintar dan justru dia mengakui semua itu secara terbuka. Pastinya kalau di novel sejenis ini, penulis akan membuat tokoh menjadi rendah hati, “pura-pura” tak sadar dia pintar, dia cantik, dia disukai banyak cowok keren.
Tidak. Swistien membuat karakter Cesa seperti itu. Cesa sangat tahu dia cantik, dia menarik, dia pintar, dan dia sempurna. Dan justru itulah yang jadi daya tariknya. Karakter Cesa begitu hidup dan begitu alami. Dia seakan-akan ada, bukan tokoh fiksi.
Perhatikan dialog berikut, saat Cesa tengah jalan perdana bersama cowok yang naksir dia.
“kamu cantik,” itu kalimat pertama Ven ketika kami sudah berada di luar teater.
“Banyak yang bilang begitu,” jawabku sekenanya.
Vendetta terkekeh. “Dengar-dengar kamu juga pintar,” katanya lagi.
“Nilai-nilaiku membuktikannya,” aku berusaha menyeriangi semanis mungkin. (Halaman 70)
Lihatlah bagaimana Cesa “hidup”. Dia tidak tersipu dengan pipi memerah ketika dipuji Vendetta. Dia hidup dengan karakternya yang kuat.
Kedua, kau akan terkejut sekali dengan pilihan bahasa, dialog, dan hal-hal dalam novel ini. Benar-benar tak biasa dan di luar prediksi. Seperti karakter tadi. Dialog-dialog dalam novel ini cerdas. Aku bahkan kadang melongo karena tak pernah menyangka Swistien bisa bikin dialog atau narasi-narasi yang menurutku bagus tapi bangsat! –karena kesal dia bisa menulis seperti itu.
Mungkin ini karena pengaruh bacaan Swistien selama ini. Sebagai sahabatnya (walau belum terlalu lama kenal), aku terkejut ketika mengetahui bacaannya yang seksi sekali, terutama novel teenlit. Dia membaca teenlit-teenlit terjemahan yang sangat bagus, seperti All American Girl (Meg Cabot), Luna (Julie Anne Pieter), Looking for Alibrandi (Melina Marchetta), dan lain-lain. Pengaruh bacaan ini sangat kuat terasa dari gaya bahasa, frasa, dan cara Swistien menghidupkan tokoh-tokohnya. Memang jadi terasa seperti menemukan para penulis luar itu dalam satu buku cerita dan tentu saja ditambah gaya Swistien. Hei, bukankah itu paket komplit?
Ketiga, teknik flashback yang Swistien pakai dalam novel ini keren sekali. Aku salut melihatnya. Walau teknik ini berlaku hampir di sepanjang novel, tapi itu justru tidak menganggu dan memang dibutuhkan. Itulah yang membuatku melongo saat membacanya. Kok bisa, ya? Keren…

Intinya, aku menyukai novel ini. Cerita dan gaya bahasanya nggak mainstream. Tapi tentu saja ada beberapa hal yang menurutku jadi kekurangan novel ini.
Pertama, aku tidak suka terhadap panggilan Papam dan Mamam yang dilakukan Cesa pada orangtuanya. Oh, itu terasa menggelikan. Sedikit kekanak-kanakan menurutku, terlebih dengan karakter Cesa yang seperti itu. Menurutku akan lebih baik jika Papa Mama saja. Aku suka risih dan geli saat membaca dan ketemu dua kata sapaan itu.
Kedua, ceritanya sedikit agak lambat dan menikung. Swistien terlalu banyak memberi informasi tentang buku-buku keren yang Jinan baca. Well, mungkin itu pengaruh dari bacaan juga. Swistien menyukai tulisan Murakami dan gaya cerita seperti itu dilakukan Murakami dalam novel-novelnya. Boleh-boleh saja berbagi info bacaan keren pada pembaca, tentu agar pembaca juga membaca buku bagus itu. Tapi menurutku di novel ini Swistien terlalu berlebihan.
Oh ya, aku akan memberi 4 dari 5 bintang untuk novel debut Swistien ini. Walau novel ini tidak mengantarkan Swistien jadi juara dalam lomba BlueStroberi yang diadakan IceCube, tapi bagiku novel debut ini juara. Tentu kita butuh novel-novel remaja tak biasa yang menawarkan sesuatu yang lebih menarik, tinimbang serbuan novel pop yang tak jauh dari galau dan cinta-cintaan mainstream. Dunia remaja tak sesempit itu.
Jadi, bagaimana bila kau punya kakak yang mengidap bipolar disorder? Lalu, di saat bersamaan rahasia besar Papa dan Mama-mu terkuak. Selama ini hanya kamu yang tidak tahu tentang rahasia itu. Padahal kamu jauh lebih “dewasa” dari kakakmu yang menyebalkan itu, tapi sangat kau cintai. Dan ditambah, kau jatuh cinta pada cowok yang menyukai kakakmu. Bagaimana kau menghadapi kekacaaun hidupmu itu? Mungkin kau harus bertanya pada Cesa dalam ceritanya di Diary Princesa karya perdana Swistien Kustantyana ini. Kujamin, kau tak akan kecewa membeli dan membaca buku ini. []

0 komentar:

Posting Komentar

 
All your need Blogger Template by Ipietoon Blogger Template